Materi PAI tentang Mujahadah an Nafs. Di kesempatan yang berbahagia ini, kita akan membahas seputar materi PAI (Pendidikan Agama Islam) Kelas 10 tingkat SMA. Pada Bab pertama ini, setidaknya ada beberapa sub tema yang kita bahas :
- Mujahadah an Nafs (Kontrol Diri)
- Prasangka Baik (Husnuzhan)
- Persaudaraan (Ukhuwwah)
- Menghindari Pergaulan Bebas dan Zina
Materi PAI SMA Kelas 10 ini telah dilengkapi dengan data-data pendukung yang akurat. Dari pengertian, penjelasan, dalil pendukung dari al Quran maupun hadist Nabi.
1. Mujahadah an Nafs
Mujahadah an Nafs adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan kematangan emosi dalam menghadapi semua masalah yang membutuhkan kesabaran, kekuatan batin, dan kedewasaan. Kontrol diri semakna dengan istilah “berjuang melawan hawa nafsu”, yaitu nafsu yang selalu mengajak kepada kejahatan. Dalam bahasa agama, memerangi hawa nafsu atau control diri dikenal dengan istilah mujahadah an nafs.
-
Pengertian Mujahadah an Nafs
Menurut bahasa, Mujahadah an Nafs (مجاهدة النفس) adalah kata majemuk yang terdiri dari dua kata, yaitu kata Mujahadah (مجاهدة) dan kata an Nafs (النفس). Mujahadah (مجاهدة) adalah masdar dari kata جاهد- يجاهد yang artinya mencurahkan segala kemampuan.
Kata Mujahadah memiliki kaitan makna dengan kata Jihad (perjuangan, jihad) dan kata Ijtihad (rajin, giat, tekun), karena ketiga kata tersebut mengandung makna kesungguhan dan kesulitan. Berjihad itu berat/sulit dan membutuhkan kesungguhan. Berijtihad juga sulit dan berat sehingga hanya dapat dilakukan dengan sunguh-sungguh oleh orang-orang tertentu yang memenuhi syarat tertentu.
Sedangkan an Nafs (النفس) adalah kata yang memiliki banyak arti, di antaranya: diri, jiwa, ruh, darah semangat, hasrat, keinginan, dan lain-lain. Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan istilah Mujahadah an Nafs adalah upaya sungguh-sungguh untuk melawan segala keinginan yang berlebihan, yang dikenal dengan sebutan “hawa nafsu”. Oleh karena itu, dalam istilah yang lebih populer dikenal dengan “kontrol diri”.
-
Pengertian Husnuzzan
Husnuzzan atau Prasangka baik adalah sebuah sikap dalam diri seseorang yang selalu memandang dunia di luar dirinya dengan pandangan dan pikiran positif. Istilah populer yang kurang lebih semakna dengan prasangka baik adalah positive thinking (berpikir positif).
Sedangkan dalam bahasa agama (Islam) sepadan dengan istilah Husnuzhan (prasangka baik). Dalam tinjauan kebahasaan, Husnzhan terdiri dari dua kata, yaitu Husn (حسن) yang berati “kebaikan”, bentuk kata sifatnya adalah Hasan, artinya “baik”, dan kata Zann (ظنّ) yang artinya “dugaan” atau “sangkaan”, yaitu keadaan “ragu” pada diri seseorang tentang Suatu obyek, tidak” yakin” tapi juga tidak “kosong” sama sekali dari pengetahuan tentang obyek tersebut. Husnuzhan kemudian dikenal dalam konteks bahasa Indonesia dengan istlah prasangka baik atau berbaik sangka.
Lawan dari Husnuzzan adalah su’uzhan (prasangka buruk), yang dikenal dalam bahasa populer dengan istilah negative thinking, dan dalam bahasa Indonesia sepadan dengan istilah “buruk sangka” atau “prasangka buruk”, yaitu melihat sesuatu dari sisi buruk/negatifnya saja.
Husnuzhan merupakan salah satu bentuk akhlaq karimah (akhlak mulia), sedangkan su’uzhan merupakan akhlaq sayiah/maz\mumah (akhlak tercela). Husnuzhandan su’uzhan dapat terjadi dari makhluk (manusia) kepada Allah sebagai Khaliq, dan kepada sesama manusia.
-
Pengertian Ukhuwwah
Ukhuwwah atau Persaudaraan adalah kata berimbuhan dari kata saudara. Dalam istilah agama, kata tersebut merupakan padanan dari kata ukhuwwah. Lebih lanjut, pada bab ini akan disajikan beberapa ayat dan hadits yang terkait dengan masalah kontrol diri (mujahadah an nafs), prasangka baik (prasangka baik), dan persaudaraan (ukhuwwah).
Ayat tentang Mujahadah an Nafs
Kontrol Diri (Mujahadah an Nafs), Prasangka Baik (Husnuzhan), dan Persaudaraan (Ukhuwah) adalah ajaran pokok yang terkait dengan akhlak islami, dalam mengatur hubungan dengan Sang Pencipta dan sesama makhluk. Oleh karena itu, banyak ayat-ayat dan hadits yang menegaskan tentang pentingnya masalah tersebut. Ayat-ayat terkait dengan masalah tersebut yang akan menjadi bahan kajian pada bab ini antara lain:
- Ayat tentang Kontrol Diri : QS. Al-Anfal {8} ayat 72,
- Ayat tentang Prasangka Baik : QS Al Hujurat {49} ayat 12.
- Ayat tentang Persaudaraan : QS Al Hujurat {49} ayat 10.
Kontrol Diri (Mujahadah an Nafs)
-
Ayat tentang Kontrol Diri
Banyak ayat dalam al Qur’an yang menjelaskan tentang pentingnya menjaga, memerangi dan mengendalikan hawa nafsu, di antaranya yang terdapat dalam surah Al-Anfal ayat 72 berikut :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلا عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi], dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah., Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada Perjanjian antara kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
Asbabun Nuzul dan Kandungan Ayat surah Al-Anfal ayat 72
-
Asbabun Nuzul surah Al-Anfal ayat 72
Menurut Ibnu Mundzir, ayat ini turun sebagai jawaban dari pertanyaan kaum muslim, “bagaimana kalau kami memberi dan menerima harta waris dari saudara kami yang musyrik?”. Turunlah ayat 72-73 ini sebagai penjelasan bahwa antara mukmin dan kafir tidak saling mewarisi harta.
Versi lain, Ibnu Sa’ad meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. telah mempersaudarakan Zubair bin Awwam dengan Ka’ab bin Malik. Zubair berkata, “Saat perang Uhud, aku melihat Ka’ab terluka parah. Kemudian aku berkata, ‘Jika dia meninggal, dia terputus hubungan keluarganya, dan aku yang menjadi pewarisnya.’ Lalu, ayat ini turun, dan jadilah warisan itu bagi orang yang memiliki hubungan kerabat, pernikahan, dan satu agama.
-
Isi Kandungan surah Al-Anfal ayat 72
Allah menyebut kelompok-kelompok orang mukmin dan membaginya menjadi tiga kelompok, yaitu muhajirin, anshar, dan orang mukmin yang masih tinggal bersama kaum kafir di kampung lama mereka yang disebut Darul Kufri (negeri kafir) karena belum berhijrah.
Kelompok pertama adalah kaum Muhajirin, yaitu orang-orang mukmin yang keluar meninggalkan rumah dan harta mereka demi membela Allah dan Rasul-Nya dengan menegakkan agama-Nya. Untuk itu mereka rela mengorbankan harta dan jiwa mereka.
Kelompok kedua adalah kaum Anshar, yaitu orang-orang mukmin penduduk Madinah yang memberikan perlindungan kepada saudara mereka kaum muhajirin dan berperang bersama mereka. Mereka (Muhajirin dan Anshar) saling melindungi satu dengan lainnya, oleh karena itu Rasulullah mempersaudarakan mereka dengan cara memberikan kepada masing-masing dari kaum anshar pasangan dari kaum muhajirin (seorang laki-laki dari anshar dengan seorang laki-laki dari muhajirin).
Para sahabat dari kaum anshar adalah orang-orang pribumi yang sangat mulia dan dermawan. Mereka tidak merasa dengki terhadap kaum pendatang (muhajirin), bahkan mereka rela mendahulukan kepentingan saudara mereka (kaum muhajirin), meskipun diri mereka sangat membutuhkan. Bahkan karena begitu kuatnya tali persaudaraan di antara mereka, dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa mereka saling mewarisi sebagaimana saudara kandung, sebelum akhirnya dihapus oleh Allah dengan turunnya ayat tentang hukum waris.
-
Pengertian Assabiqunal Awwaluun
Allah dan Rasul memuji kaum muhajirin dan anshar dalam banyak ayat, di antaranya bahwa mereka adalah golongan assabiqunal awwaluun (umat islam generasi pertama) yang mendapatkan keridaan Allah dan surga-Nya;
Kelompok ketiga adalah orang-orang mukmin yang belum berhijrah dan masih tinggal di kampung mereka. Kelompok ini tidak mendapatkan harta rampasan perang (ghanimah) kecuali dari peperangan yang mereka ikuti.
Jika orang-orang mukmin yang masih tinggal di darul kufri (kampung lama mereka bersama orang-orang kafir) meminta pertolongan dalam masalah agama, maka orang-orang mukmin yang sudah berhijrah wajib menolong mereka, karena mereka adalah saudara seagama, kecuali apabila ada mitsaq (perjanjian) antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir sampai batas waktu tertentu, maka orang mukmin harus menahan diri untuk tidak menyerang mereka, selagi tidak terjadi pelanggaran terhadap perjanjian tersebut.
-
Keistimewaan Assabiqunal Awwaluun
Ibn Abu Hatim meriwayatkan dalam tafsirnya bahwa al-Zubair bin al-‘Awwam berkata: “Allah menurunkan satu ayat yang khusus untuk kami saja, yaitu Muhijirin dan Anshar. Ayat tersebut adalah Surat al-Anfal ayat 75: “Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Al-Zubair bin al-‘Awwam pernah menyeritakan kepada anaknya ‘Urwah mengenai sebab turun ayat ini. Al-Zubair berkata: “Itu dikarenakan karena kami kaum Quraisy tidak mempunyai harta benda ketika baru hijrah ke Madinah. Lalu kami bertemu dengan kaum Ashar. Mereka adalah saudara yang paling baik. Setelah itu, kami dipersaudarakan dengan mereka, sehingga kami saling mewarisi harta ketika meninggal dunia. Nabi Muhammad Saw mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, ‘Umar dengan seseorang, ‘Utsman dengan seseorang dari Bani Zuraiq bin Sa’ad al-Zarqi”.
Adapun al-Zubair bin al-‘Awwam dipersaudarakan dengan Ka‘ab bin Malik. Al-Zubair berkata: “Ikatan persaudaraan tersebut menyebabkan kami saling mewariskan harta dengan mereka. Ketika pecah perperangan Uhud, maka ada yang mengabariku bahwa saudaraku Ka‘ab bin Malik terbunuh. Lalu aku mendapatinya terhimpit oleh persenjataan. Seandainya ia meninggal dunia saat itu, maka tidak ada yang mewarisinya selain aku. Setelah itu, Allah menurunkan Surat al-Anfal ayat 75 agar kami kembali kepada pewarisan antara kerabat.” (Tafsir Ibn Abu Hatim, v/1572).
-
Keistimewaan Ummat Nabi Muhammad
Kisah tersebut menunjukkan bahwa umat Islam menjadi sangat kuat dan solid dengan keputusan Nabi SAW. yang mempersaudarakan mereka satu dengan yang lain. Imam Ibn Katsir mengatakan bahwa Nabi SAW. mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar, sehingga jika salah satu mereka meninggal dunia maka saudaranya tersebut berhak mewarisi harta warisannya. Ini berdasarkan kalimat
بعضهم أولياء بعض
Sebagian mereka pelindung sebagian yang lain. Selain itu, Imam Ibn Katsir mengatakan bahwa ada beberapa ayat lagi yang memuji persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar. Di antaranya adalah surat al-Hasyr ayat 9:
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.”
-
Manfaat Ukhuwwah yang Kuat
Hubungan persaudaraan tersebut menyebabkan kaum Anshar “yang beriman” lebih mendahulukan kepentingan saudara daripada kaum Muhajirin daripada kerabat mereka sendiri. Bahkan, pewarisan harta tersebut lebih mengutamakan saudara mereka dari Muhajirin daripada kerabat. Tradisi ini berlangsung beberapa lama sampai kebolehannya dihapus (mansukh) oleh surat al-Anfal ayat 75.
وَأُولُو الأرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّه
orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah.
Terlepas dari itu, ayat al-Anfal ayat 72 tersebut telah memberikan gambaran bahwa persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar sangatlah kuat, sehingga melebihi jalinan persaudaraan antara kerabat. Persaudaraan tersebut menjadi kuat karena didasari oleh keimanan kepada Allah dan Rasul, serta cinta kepada sesama orang beriman.
Kontrol Diri (Mujahadah an Nafs) merupakan bagian dari perjuangan orang mukmin dalam melawan musuh. Hawa nafsu dipandang sebagai musuh orang mukmin yang paling berat untuk ditaklukkan, karena ia ada di dalam dirinya sendiri, tidak nampak.
Dalam riwayat al Baihaqi, Rasulullah menegaskan hal tersebut ketika beliau bersama para sahabat baru pulang dari perang Badar, perang terbesar, beliau tegaskan bahwa mereka baru pulang dari jihad paling kecil menuju jihad paling besar, yaitu memerangi hawa nafsu.
Tentu saja penegasan Rasulullah tersebut sama sekali bukan menganggap remeh peperangan yang merupakan jihad ‘askari (perang bersenjata/fisik), akan tetapi sedang melihat dari sisi batiniyah, bahwa untuk memerangi hawa nafsu itu jauh lebih berat dibandingkan dengan berangkat ke medan perang.
Berperang secara fisik di medan perang, musuhnya jelas (kecuali yang munafik), sementara berperang melawan hawa nafsu adalah memerangi sesuatu yang menempel pada diri kita yang tentu tidak terlihat mata. tanda-tandanya pun tidak pasti (relatif), sehingga semakin membuat kita sulit memeranginya.
Hadits tentang Mujahadah an Nafs
Hadits tentang melawan hawa nafsu sangat banyak, salah satunya adalah hadits tentang pengendalian emosi sebagai indikator kemenangan seorang mukmin dalam memerangi hawa nafsu.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّه عَنهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ” لَيْسَ اَلشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا اَلشَّدِيدُ اَلَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ اَلْغَضَبِ ” (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
“Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Orang kuat (yang sebenarnya) itu bukanlah orang yang menang bergulat tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah.” (Muttafaq Alaih).
Isi Kandungan Hadits Mujahadah an Nafs
Orang kuat (yang sebenarnya) adalah orang yang (mampu) menahan emosinya ketika kemarahannya sedang bergejolak dan dia (mampu) melawan dan menundukkan nafsunya. Maka, Rasulullah SAW. dalam hadits ini membawa makna kekuatan yang lahir kepada kekuatan batin.
Barangsiapa yang mampu mengendalikan dirinya ketika itu maka sungguh dia telah (mampu) mengalahkan musuhnya yang paling kuat dan paling berbahaya (hawa nafsunya). Inilah makna kekuatan yang dicintai oleh Allah yang disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW.: “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah.”
Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa sifat “marah” merupakan fitrah yang dimiliki setiap manusia dengan kadar yang berbeda. Sedangkan hal yang secara tegas dilarang adalah meluapkan emosinya melalui ucapan kotor atau tindakan yang tidak terpuji pada saat marah.
Dengan demikian, sabda Rasulllah dalam riwayat lain ketika seorang sahabat meminta nasehat (wasiat), kemudian beliau menjawab: “jangan marah!”, bahkan diulang beberapa kali, dapat dipahami bahwa marah itu adakalanya dilarang (tidak selalu), apalagi dengan sebab yang tidak jelas, karena dapat memancing perbuatan tercela jika tidak mampu menahan nafsu/diri pada saat marah.
Manfaat dan Hikmah Mujahadah an Nafs
- Tingginya derajat orang yang mampu mengendalikan nafsu/diri ketika marah, karena dianggap sebagai orang yang kuat secara batiniah. Kekuatan batin yang tercermin dalam perilaku tentu saja merupakan indikasi ketakwaan seseorang, sedangkan taqwa adalah derajat tertinggi di hadapan Allah SWT .;
- Terjaganya ucapan dan perilaku dalam kesantunan. Meskipun dalam keadaan marah, orang yang mampu mengontrol diri akan tetap santun dalam ucapan dan tindakan;
- Motivasi untuk berlaku sabar, karena hanya orang yang sabarlah yang mampu menahan dan mengendalikan emosi pada saat marah.
Sikap dan Perilaku yang Mencerminkan Ayat dan Hadits tentang Mujahadah an Nafs
- Bersungguh-sungguh dalam berjuang untuk menegakkan agama, meskipun harus mengorbankankan harta bahkan jiwa;
- Bersungguh-sungguh dalam memerangi hawa nafsu dengan membiasakan diri berperilaku Kasar (mendahulukan kepentingan orang lain/umat di atas kepentingan pribadi).
- Jika kita sebagai pendatang baru di suatu daerah, maka kita harus menjaga adab dan menghargai budaya setempat, sebagai bentuk penghormatan kepada penduduk asli atau penduduk yang datang lebih dulu. Tidak tamak jika diberi peluang kebaikan (rizki atau pekerjaan);
- Jika kebetulan kita adalah penduduk asli (pribumi) atau lebih dahulu datang, kita semetinya menyambut para pendatang dengan tulus untuk menolong mereka;
- Berusaha untuk tetap komitmen terhadap perjanjian dan tidak menlanggarnya, meskipun terhadap orang yang berbeda agama;
- Membantu sesama muslim yang teraniaya dengan segenap kemampuan.
- Berusaha untuk tidak mudah marah hanya karena masalah-masalah yang kecil;
- Berusaha mengontrol kata-kata dan perilaku pada saat marah;
- Berusaha untuk bersabar dalam menghadapi semua masalah, karena hanya dengan sabar itu kesadaran dapat mengontrol ucapan dan tindakan pada saat marah;
- Berusaha untuk tidak berbicara atau bertindak yang dapat membuat orang lain marah
2. Prasangka Baik (Husnuzan)
Ayat tentang Prasangka Baik (Husnuzan)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka (curiga), karena sebagian dari prasangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah meng-gunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”
Asbabun Nuzul QS Al Hujurat ayat 12
Menurut Ibnu Mundzir dan Ibnu Juraij, Ayat ini turun berkaitan dengan kebiasaan Salman Al Farisi yang makan, lalu tidur dengan mendengkur. Sebagian orang membica-rakannya, maka turunlah ayat ini yang melarang umat Islam untuk meng-gunjing dan mengumpat.
Isi Kandungan Ayat QS Al Hujurat ayat 12
Ayat ini mengajarkan beberapa hal, pertama larangan berprasangka. Imam Ibn Katsir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan larangan keras terhadap sikap berprasangka buruk terhadap sesama Muslim, terutama pada sesuatu yang tidak pada tempatnya. Dalam hal ini Umar bin al-Khaththab berkata: “Janganlah engkau berprasangka terhadap satu perkataan yang keluar dari mulut saudaramu, kecuali persangkaan yang baik”. (Ibn Katisr, vii/377).
Suatu kali Nabi SAW. bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَنَافَسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
“Jauhilah prasangka, karena prasangka adalah perkataan yang paling dusta. Janganlah selalu mencari-cari kesalahan, dan memata-matai. Janganlah melakukan persaingan tidak sehat, dan saling iri dengki. Janganlah saling murka dan tidak bertegur sapa. Jadilah hamba Allah yang bersaudara.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Selain itu, Imam al-Thabrani pernah meriwayatkan bahwa Nabi SAW. bersabda: “Tiga hal yang selalu ada pada umatku adalah gegabah, iri dengki, dan prasangka”. Lalu ada seorang sahabat bertanya, “Apa yang dapat menghapus dosa dari tiga hal tersebut, wahai Rasulullah?”. Nabi SAW. menjawab: “Apabila engkau gegabah maka biarkanlah berlalu. Apabila engkau iri dengki maka hendaklah momohon ampunan (istighfar). Apabila berprasangka hendaklah tidak mengusutnya”. (HR. al-Thabrani).
mujahadah an nafs husnuzan dan ukhuwah
Kedua, ayat ini mengajarkan agar orang beriman tidak mencari-cari kesalahan satu sama lain. Ini sesuai dengan hadits sebelumnya:
وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا
Dan Hendaklah tidak selalu mencari-cari kesalahan, dan memata-matai. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Ini dikarenakan semua orang tidak merasa senang ketika kesalahannya diungkit-ungkit dan dirinya dimata-matai. Ketika kesalahannya diungkit-ungkit, maka akan timbul kemarahan dari dirinya, sehingga menyebabkan pertengkaran. Apabila pertengkaran terjadi, maka perdamaian sesama orang beriman sulit terwujud.
Ketiga, ayat ini mengajarkan agar orang beriman tidak melakukan pergunjingan.
Pergunjingan sering diartikan keliru. Banyak orang berpikiran bahwa membicarakan sesuatu keburukan yang fakta atau benar-benar terjadi pada orang lain bukanlah pergunjingan. Adapun yang lebih tepat adalah membicarakan keburukan yang fakta terjadi adalah ghaibah (pergunjingan). Adapun membicarakan keburukan yang tidak benar-benar ada adalah tuhmah (tuduhan palsu). Persepsi ini telah diluruskan oleh Nabi SAW. terhadap para sahabat.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ ».
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW. bersabda: “Tahukah kami apakah itu pergunjingan?”. Mereka berkata: “Allah dan Rasulnya lebih tahu”. Nabi SAW. lalu bersabda: “Yaitu engkau menyebut-nyebut perihal saudaramu sesuatu yang ia tidak senangi”. Setelah itu, ada sahabat yang bertanya, “Apa pandangan engkau, apabila apa yang aku sebutkan tentang saudaraku itu adalah fakta?”. Nabi SAW. bersabda: “Apabila memang fakta, maka kamu telah menggunjingkannya. Apabila tidak fakta, maka engkau telah menuduhnya”. (HR. Muslim).
Berdasarkan hadits ini, Imam Muslim menyatakan bahwa melakukan pergunjingan adalah haram. Dalam hal ini Allah memberikan perumpamaan para penggunjing seperti seseorang yang memakan bangkai saudaranya. Ini menunjukkan bahwa pergunjingan adalah sesuatu yang sangat menjijikkan di sisi Allah dan tidak disenangi oleh orang yang menjadi objek pergunjingan.
Makna QS Al Hujurat ayat 12
Dengan demikian secara ringkas kandungan ayat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
- Setelah pada ayat sebelumnya Allah melarang perbuatan yang dapat merusak persaudaraan, yaitu saling berolok-olok antar antar kelompok dan memanggil dengan julukan yang buruk, pada ayat ini Allah kembali melarang perbuatan tercela lainnya, yaitu banyak berprasangka dan menggunjig.
- Larangan banyak berprasangka, karena banyak prasangka akan menyeret kepada dosa, yaitu prasangka yang berbau tuduhan dan buruk sangka (su`uzzan). Dengan demikian, yang diperintahkan adalah sebaliknya, yaitu berbaik sangka (husnuzzan), baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia;
- Larangan saling memata-matai, mencari-cari aib dan kesalahan orang lain yang seharusnya ditutupi (tajassus), karena perbuatan tajassus melanggar privasi orang lain.
- Larangan saling menggunjing (yaitu menyebut keburukan orang lain di belakangnya), meskipun yang digunjingkan sesuai kenyataan, karena menggunjing (gibah) menyakiti perasaan orang lain dan menimbulkan fiitnah.
- Tindakan gibah dipandang sebagai perbuatan yang sangat hina dan menjijikkan, sehingga disetarakan dengan memakan daging saudara sendiri yang sudah mati (bangkai). Ghibah dapat dibenarkan, jika memiliki alasan sebagai berikut:
- Terkait dengan fatwa/hukum, yakni seorang bertanya tentang hukum dengan menyitir kasus tententu sebagai contoh.
- Menyebut keburukan seseorang yang suka memamerkan keburukannya di depan umum.
- Menyampaikan keburukan seseorang kepada pihak yang berwenang dengan tujuan mencegah terjadinya kemunkaran
- Menyampaikan keburukan kepada seseorang yang sangat membutuhkan informasi tersebut, misalnya terkait dengan lamaran.
- Memperkenalkan seseorang yang tidak dapat dikenal, kecuali menyebut aib/kekura-ngannya.
Hadits tentang Husnuzan
Rasulullah mengajarkan kita agar senantiasa berbaik sangka dan menghindari banyak berprasangka karena dapat menyeret kita kepada su`uzzan.
Berikut adalah salah satu hadits yang terkait dengan larangan berburuk sangka (su`uzzan) yang berarti perintah berbaik sangka (husnuzan).
عنْ أَبِيْ هُرَيْرةَ رَضِيَ اللّه عَنهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): ” إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَديْثِ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا تَحَسَّسُوا وَلا تَنَافَسُوا وَلا تَحَاسَدُوا وَلا تَبَاغَضُوا وَلا تَدَابَروُا وَكُونُوا عِبَادَ اللّهِ إِخْوَانًا
Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasuullah SAW bersabda: “Hati-hati kalian dari zan/prasangka, karena zan/prasangka itu adalah ucapan paling dusta, dan janganlah kalian memata-matai, saling bersaing, saling dengki, saling benci, dan saling membelakangi, jadilah hamba Allah seperti saudara (rukun)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kandungan Hadits
- Perintah untuk menjauhi dan menghindari prasangka (zan);
- Perkataan yang mengandung prasangka dipandang sebagai perbuatan dusta;
- Larangan memata-mati orang lain untuk mencari kesalahan;
- Larangan bersaing dengan cara yang tidak sportif;
- Larangan saling mendengki;
- Larangan saling membenci;
- Larangan saling cuek dan masabodoh terhadap sesama;
- Semua hal tersebut merupakan penyakit hati yang dapat merusak kepribadian seseorang, oleh karena itu harus dihindari sebisa mungkin dengan cara menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Konsekuensi saudara adalah saling peduli dan tidak mau menyakiti hati. Dengan demikian, dapat diharapkan terbentuknya tatanan kehidupan sosial yang rukun dan harmonis.
Manfaat dan Hikmah Husnuzan
- Sifat husnuzhan merupakan salah satu sifat terpuji, seseorang yang memiliki sifat ini termasuk orang yang beruntung.
- Merasa tenang dan tenteram dalam kehidpannya jauh dari perasaan gelisah, karena selalu berpikir bahwa semua orang itu baik;
- Terhindar dari malapetaka dunia di dunia dan akhirat;
- Dicintai Allah dan sesama manusia, karena sikap baik sangkanya membuatya selalu berpikir, berkata, dan berbuat yang menyenangkan orang lain;
Sikap dan Perilaku yang Mencerminkan Ayat dan Hadits.
- Selalu berprasangka baik (husnuzzan) kepada siapa saja, terutama kepada Allah;
- Menghindari campur tangan urusan orang lain dengan tetap menjaga kepedulian;
- Berusaha menghindari tajassus dengan banyak introspeksi (muhasabah) sehingga timbul kesadaran bahwa setiap manusia punya aib dan kesalahan yang harus ditutupi.
- Berusaha menahan nafsu untuk turut bergunjing dengan selalu mengingat betapa menjijikkannya perbuatan gibah;
- Berusaha mengalihkan tema pembicaraan ketika mulai mengarah kepada gibah dan mengindar dari kumpulan para penggunjing jika gibah terus berlanjut.
- Selalu menjaga keharmonisan hubunan dengan pihak lain;
- Berusaha untuk bersaing secara sportif dalam kebaikan;
- Berusaha menjaga hak sesama, yang muslim dan bukan muslim secara proporsional (sesuai dengan kadarnya).
3. Persaudaraan (Ukhuwah)
Persaudaraan merupakan kewajiban sesama muslim, di antara ayat yang memerintahkan persaudaraan adalah surah Al-Hujurat ayat 10.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”
Ayat tentang Ukhuwah
Ayat ini tidak dapat dipahami dengan baik kecuali dengan memperhatikan ayat sebelumnya. Allah menyebutkan dalam firman-Nya:
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.
Imam Ibn Katsir menjelaskan bahwa Allah ingin menegaskan melalui ayat ini mengenai status dua kelompok orang beriman yang saling berperang. Dalam ayat ini disebutkan bahwa meskipun mereka saling berperang, tetapi mereka tetap disebut orang yang beriman (al-mu’minin).
Memulai perperangan dengan sesama orang beriman merupakan dosa, karena mengakibatkan saling membunuh. Namun Allah tetap menyebut mereka sebagai orang beriman. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak lantas menjadi kafir hanya karena melakukan suatu dosa. Berdasarkan itu, mewujudkan perdamaian di antara mereka menjadi sebuah keharusan. Ini dikarenakan mereka masih bersaudara.
materi mujahadah an nafs husnuzan dan ukhuwah
Dalam hal ini, Nabi SAW. pernah memprediksi al-Hasan bin ‘Ali, yaitu cucunya sendiri akan menjadi diplomat ulung dalam mewujudkan perdamaian antara orang beriman. Setelah lebih dari tiga puluh tahun Nabi SAW. meninggal, prediksi itu terwujud. Al-Hasan berhasil mendamaikan antara umat Islam Syam dan Iraq. (Tafsir Ibn Katsir, vii/357).
Sikap al-Hasan tersebut merupakan perwujudan dari perintah Allah dalam ayat di atas. Ini dilakukannya karena orang-orang beriman itu bersaudara. Dua orang yang bersaudara tentu tidak boleh saling menzalimi, membunuh, dan berkhianat. Ini berdasarkan hadits Nabi SAW.:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ
“Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lainnya. Ia tidak boleh menganiaya saudaranya, apalagi menyerahkannya ke musuh”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dalil tentang Ukhuwah
Adapun yang seharusnya dilakukan adalah membantu saudara sesama Muslim ketika kesusahan, dan mendoakannya ketika berjauhan. Ini sebagaimana diajarkan oleh Nabi SAW.:
مَنْ دَعَا لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Siapa yang mendoakan saudaranya sesama Muslim ketika berjauhan, maka malaikat penjaga akan berkata: “Semoga doamu terkabul untuknya dan juga untuk dirimu sepenuhnya”. (HR. Muslim).
Hadits ini menegaskan bahwa orang yang membantu sesama Muslim tidaklah merugi, meskipun hanya mendoakannya. Bantuan dan doa tersebut tidak sekedar bermanfaat untuk saudaranya, tetapi juga memberi manfaat yang utuh bagi dirinya sendiri. Ini terlihat dari perkataan malaikat penjaga (al-muwakkal) yang mendoakan kembali orang Muslim yang mendoakan saudaranya. Apabila malaikat yang berdoa, maka besar kemungkinan dikabulkan oleh Allah karena mereka tidak pernah melakukan dosa.
Di dalam suatu kesempatan, Nabi SAW. memberikan perumpamaan kepada para sahabat mengenai hubungan antara sesama orang beriman. Nabi SAW. bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Perumpamaan orang beriman dalam kasih, sayang, dan kelembutan sesama mereka bagaikan sebuah tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merasa kesakitan, maka seluruh bagian tubuh yang lain akan ikut kesakitan dengan merasa terbangun dan meriang. (HR. Muslim).
hadits tentang mujahadah an nafs husnuzan dan ukhuwah
Begitulah cara Nabi SAW. mengajarkan persaudaraan kepada para sahabat. Mereka tidak tinggal diam ketika terjadi sesuatu yang buruk pada saudaranya sesama beriman. Apabila salah satu mereka kesusahan, maka para sahabat berlomba-lomba untuk membantunya.
Ajaran inilah yang membuat Nabi SAW. dan para sahabat mampu merubah secara drastis keyakinan dan tradisi jazirah Arab dalam waktu 22 tahun saja. Ini merupakan sesuatu yang luar biasa, karena sebuah keyakinan dan tradisi sangat sulit dirubah.
Dengan demikian secara garis besar ayat tersebut memberikan penjelasan sebagai berikut:
- Informasi bahwa orang-orang beriman itu bersaudara, yaitu saudara karena ikatan keimanan. Rasulullah menggambarkan bahwa sesama mukmin itu ibarat satu tubuh dalam hal kepeduliannya, di mana jika salah satu bagian tubuh menderita sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan penderitaan yang sama.
- Perintah untuk saling peduli di antar sesama muslim sebagai salah satu konsekuensi persaudaraan tersebut. Orang mukmin harus peduli terhadap masalah yang dihadapi saudaranya seiman dan bukan bersikap masa bodo, apalagi saling benci. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim di depan, dijelaskan bahwa sesama muslim dilarang untuk saling dengki, saling benci, saling bersaing yang tidak sportif, dan agar kita menjadi hamba yang bersaudara;
- Perintah menjadi penengah yang baik dan adil ketika terjadi sengketa antara dua orang mukmin / kelompok hingga kembali berdamai.
Hadits tentang Ukhuwah
عَنْ أبِي أَبُوب رَضِيَ الله عنه أنّ رَسُوْلَ الله صَلى الله عليه وسلم قال: “لا يَحِلُّ لِمُسْلِم أنْ بَهجُرَ أخَاهُ فَوْقَ ثَلاثِ لَيَال يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هذا وَيُعْرِضُ هذا وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَاُ بِالسَّلام” (متفق عليه)
Dari Abu Ayub RA bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “tidak halal bagi seorang muslim meninggalkan saudaranya melebihi tiga malam, mereka bertemu tetapi saling berpaling, dan yang terbaik dari mereka adalah yang mendahului dengan salam”. (Muttafaq ‘alaih).
Isi Kandungan Hadits tentang Ukhuwah
- Sesama muslim itu bersaudara, yaitu suadara seagama, oleh karena itu ada hak saudaranya yang harus ditunaikan, di antaranya adalah bertegur sapa;
- Rasulullah melarang sesama muslim saling berpaling dan saling mendiamkan (tidak bertegur sapa), walaupun cuma sehari, apalagi sampai tiga hari;
- Jika terjadi saling berpaling tanpa tegur sapa demikian, maka yang dipandang terbaik adalah siapa yang lebih dulu sadar dan mengajak berdamai (kembali menyapa, meminta maaf, dan sebagainya), karena salam juga berarti damai dan sejahtera;
- Jika pihak yang diajak berdamai tidak menyambut baik ajakannya, maka pihak yang mengajak berdamai tidak lagi dipandang sebagai orang yang mendiamkan/membiarkan saudaranya (hajr);
Manfaat dan Hikmah Ukhuwah
- Memeiliki banyak saudara
- Merasa aman di manapun berada
- Bersih hatinya dari segala akhlak tercela yang terkait deng hubungan social, seperti dengki dan sejenisnya;
- Dijanjikan banyak rizki, sebagai hikmah dari silaturahmi
- Dijanjikan keberkahan dalam rizki yang didapatkannya
- Dipanjangkan umurnya. Orang yang sehat mentalnya, fisiknyapun lebih sehat, dan itulah hikmah silaturahmi yang diinformasikan oleh Rasulullah SAW.;
Sikap dan Perilaku yang Mencerminkan Ayat dan Hadits tentang Ukhuwah
- Menjaga keutuhan ikatan persaudaraan dengan cara saling peduli;
- Suka bersilaturahmi untuk menjaga tali persaudaraan.
- Berusaha untuk mewujudkan suasana aman dan damai di manapun kita berada;
- Menjadi penengah yang baik bagi saudara seiman yang bertikai.
- Membantu sesama mukmin yang membutuhkan;
- Menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang dapat menyakiti perasaan sesama mukmin;
- Berusaha menjadi yang terbaik dengan berlapang dada mendahului mengajak berdamai;
- Tetap menyapa/mengucapkan salam kepada sesama muslim meskipun tidak pernah dibalas dengan setimpal
4. Menghindari Pergaulan Bebas dan Perbuatan Zina
Manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa hidup tanpa orang lain. Berdasarkan status tersebut, manusia harus melakukan interaksi dengan orang lain dalam pemenuhan kehidupannya. Dalam berinteraksi kita dianjurkan untuk menjalin hubungan baik dengan sesama manusia. Sebaliknya kita dilarang menjalin hubungan buruk sesama manusia.
Hubungan baik merupakan jenis interaksi yang dilakukan antara kedua orang atau yang lebih mengedepankan nilai-nilai moral yang baik, sebaliknya hubungan buruk adalah jenis interaksi yang dilakukan antara kedua orang atau lebih yeng mengedepankan nilai-nilai moral yang buruk
Pergaulan bebas di era modern tidak cuma berdampak pada individu yang bersangkutan, tapi secara langsung atau tidak langsung juga terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pergaulan bebas terutama di kota-kota besar sangat marak yang sangat banyak dampak negatifnya.
Zina adalah perbuatan yang dipandang rendah dan hina oleh semua penganut agama samawi, terutama islam. Zina dapat mengahncurkan derajat dan karir pelakunya. Ia pun dapat menjdi fitnah bagi masyarakat sekitar. Dalam islam, zina dikategorikan dosa besar.
Islam mengantisipasi terjadinya pergaulan bebas dan perzinaan dengan melarang seseorang yang berbeda jenis menyepi berduaan, karena pada saat seperti itu, ia telah mendekatkan diri kepada perbuatan zina yang dilarang. Sudah terlalu banyak di negeri kita, anak-anak yang terlahir tanpa seorang ayah yang sah. Artinya, hal itu merupakan salah satu dampak negative dari perzunaan, di anatar sekian banyak dampak buruknya di berbagai aspek: kesehatan, sosial, dan aspek kehidupan lain. Pada bab ini kalian akan mempelajari banyak hal terkait dengan masalah tersebut.
Ayat Al-Qur’an tentang Perilaku Menghindarkan Diri dari Pergaulan Bebas dan Perbuatan Zina
-
Surat Al-Isra’ ayat 31 -33
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُم إنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْءاً كَبِيراً ﴿٣١﴾ وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً ﴿٣٢﴾ وَلاَ تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللّهُ إِلاَّ بِالحَقِّ وَمَن قُتِلَ مَظْلُوماً فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَاناً فَلاَ يُسْرِف فِّي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُوراً ﴿٣٣﴾
- dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.
- dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.
- dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar[853]. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan[854] kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.
Penjelasan Surat Al-Isra’ ayat 31 -33
Imam Ibn Katsir mengatakan bahwa ayat ini merupakan penegasan Allah terhadap manusia, bahwa Dia lebih sayang kepada makhluknya melebihi rasa saya orang tua terhadap anaknya. Ini merupakan larangan terhadap kebiasaan sebagian orang Jahiliyah yang membunuh anak perempuannya kerena takut miskin yang disebabkan banyak anak.
Apabila di zaman Jahiliyah orang membunuh anaknya setelah lahir, maka pada zaman sekarang lebih jahat lagi, yaitu dengan membunuhnya sebelum lahir. Ini terlihat dari praktik menggugurkan kandungan melalui aborsi. Perbuatan tersebut lebih jahat dari apa yang dilakukan Arab Jahiliyah.
ringkasan materi mujahadah an nafs husnuzan dan ukhuwah
Selain itu, Allah menggandengkan larangan membunuh anak tersebut dengan larangan mendekati zina. Hikmah dari penggandengan tersebut adalah luar biasa. Apabila pada masa Jahiliyah orang membunuh anak dari pasangan yang masih sah, maka pada masa sekarang orang membunuh anaknya dari pasangan yang tidak sah.
Pembunuhan terhadap anak tersebut diakibatkan oleh perbuatan zina yang dilakukan. Beberapa pemuda-pemudi mengugurkan kandungan mereka karena takut diketahui aibnya berzina.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ قَالَ « أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ ». قَالَ قُلْتُ لَهُ إِنَّ ذَلِكَ لَعَظِيمٌ.
قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ مَخَافَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ ». قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ حَلِيلَةَ جَارِكَ ».
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Aku bertanya kepada Nabi SAW. mengenai dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?” Nabi SAW. menjawab: “Engkau menjadikan suatu tandingan (sekutu) terhadap Allah, padahal Dia telah menyiptakanmu”. Aku bertanya lagi, “Sesungguhnya memang sangat besar, lalu apakah setelah itu?”. Nabi SAW. menjawab: “lalu, engkau membunuh anakmu sendiri karena khawatir akan terbebani dalam memberi makanya bersamamu”. Aku bertanya lagi, “Lalu, apalagi?”. Nabi SAW. menjawab: “Engkau berzina dengan istri tetanggamu”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Hadist tentang Zina
عن أبي أمامة قال: إن فتى شابًا أتى النبي (7) صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله، ائذن لي بالزنا. فأقبل القوم عليه فزجروه، وقالوا: مًهْ مَهْ. فقال: “ادنه”. فدنا منه قريبًا (8) فقال (9) اجلس”. فجلس، قال: “أتحبه لأمك؟” قال: لا والله، جعلني الله فداك. قال: “ولا الناس يحبونه لأمهاتهم” . قال: “أفتحبه لابنتك”؟ قال: لا والله يا رسول الله، جعلني الله فداك. قال: “ولا الناس يحبونه لبناتهم” ، قال: “أتحبه لأختك”؟ قال: لا والله، جعلني الله فداك. قال: “ولا الناس يحبونه لأخواتهم”، قال: “أفتحبه لعمتك”؟ قال: لا والله جعلني الله فداك. قال: “ولا الناس يحبونه لعماتهم” قال: “أفتحبه لخالتك”؟ قال: لا والله، جعلني الله فداك. قال: “ولا الناس يحبونه لخالاتهم” قال: فوضع يده عليه وقال: “اللهم اغفر ذنبه وطهر قلبه وحصن (10) فرجه” قال: فلم يكن بعد ذلك الفتى يلتفت إلى شيء (11) .
Abu Umamah meriwayatkan bahwa ada seorang pemuda datang kepada Nabi SAW., lalu ia berkata: “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berzina!”. Semua sahabat yang ada dalam majlis tersebut langsung meliriknya, lalu mereka mencelanya seraya berkata: “Hei.. hei (jangan diteruskan)”. Tetapi Nabi SAW. dengan sangat bijak berkata: “Biarkanlah ia mendekat kepadaku”. Setelah ia mendekat, Nabi SAW. mengajaknya agar duduk di hadapannya. Setelah pemuda itu duduk tenang, Nabi SAW. bertanya: “Apakah kamu senang apabila ibumu dizinai orang lain?”.
Pemuda itu berkata: “Demi Allah tidak, semoga Allah jadikan aku tebusan dari perkataan engkau”. Nabi SAW. bertanya: “Apakah engkau senang apabila anak perempuanmu dizinai orang lain?”. Pemuda itu berkata: “Demi Allah tidak, semoga Allah jadikan aku tebusan dari perkataan engkau”. Nabi SAW. bertanya: “Apakah engkau senang apabila saudara perempuanmu dizinai orang lain?”. Pemuda itu berkata: “Demi Allah tidak, semoga Allah jadikan aku tebusan dari perkataan engkau.
dalil mujahadah an nafs husnuzan dan ukhuwah
Tidak ada orang yang senang saudara perempuannya dizinai”. Nabi SAW. bertanya: “Apakah engkau senang apabila bibimu dizinai orang lain?”. Pemuda itu berkata: “Demi Allah tidak, semoga Allah jadikan aku tebusan dari perkataan engkau. Tidak ada yang senang bibinya dizinai orang lain?”. lalu Nabi SAW. meletakkan tangannya di atas pemuda tersebut sambil mendoakannya: “Ya Allah ampunilah dosanya, bersihkanlah hatinya, dan jagalah kehormatan (kemaluannya). Setelah itu, pemuda tersebut tidak pernah tertarik untuk melakukan perzinaan. (HR. Ahmad).
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi SAW. memberikan rasionalisasi yang bertahap kepada seseorang yang ingin jadi orang baik tetapi tidak bisa meninggalkan kemaksiatan. Dalam hal ini, pemuda yang suka berzina diajak berpikir sehat, seandainya yang itu dilakukan orang lain pada ibunya, anaknya, saudara perempuannya, dan bibinya maka pasti ia tidak akan rela. Dengan rasionalisasi tersebut, pemuda tersebut secara sadar meninggalkan perbuatan buruknya.
-
QS. An-Nur/24 ayat 2
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nur/24:2)
Imam al-Baihaqi dan Ibn Abu Hatim meriwayatkan bahwa Ibn ‘Abbas berkata: “Dahulu, apabila ada seorang perempuan berzina maka ia disekam di dalam suatu rumah sampai mati”. Lalu turunlah surat al-Nur ayat 2 yang menjelaskan bahwa pezina yang masih belum menikah dicambuk 100 kali. Adapun yang telah menikah maka dirajam (dilempar dengan batu).
Di dalam sebuah hadits diberikan penjelasan tambahan:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « خُذُوا عَنِّى خُذُوا عَنِّى قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلاً الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْىُ سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ ».
‘Ubadah bin al-Shamit meriwayatkan bahwa Nabi SAW. bersabda: “Ambillah dariku pengajaran ini, ambillah!! Allah telah menjadikan bagi mereka jalan. Apabila pemuda-pemudi belum menikah maka dicambuk 100 kali, lalu diasingkan selama setahun. Adapun yang sudah menikah maka dicambuk 100 kali dan dirajam. (HR. al-Muslim).
contoh perilaku mujahadah an nafs husnuzan dan ukhuwah
Dalam pelaksanaan hukum tersebut, Allah melarang orang beriman memberi belas kasihan kepada pelaku zina. Ini dikarenakan sikap belas kasihan kepada mereka akan menyebabkan perzinahan tersebut merajalela. Perzinahan menjadi marak karena memang tidak ada sangsi yang tegas terhadap pelakunya.
Jangankan ketika tidak ada hukumnya, pada masa Nabi SAW. hukum cambuk dan rajam dijalankan, tetapi tetap ada yang berzina. Apalagi ketika tidak ada hukum yang akan menjerat, maka perzinahan akan terjadi dimana-mana. Dalam sebuah hadits disebutkan:
لَحَدٌّ يقام في الأرض، خير لأهلها من أن يُمطَروا أربعين صباحا
Suatu hukum yang ditegakkan di permukaan bumi lebih baik bagi penduduknya daripada hujan rahmat yang turun selama 40 hari berturut-turut. (HR. Ahmad dan al-Nasa’i).
Apabila bumi tidak mendapat air hujan, maka yang terjadi adalah kegersangan dan krisis makan dan mimun. Namun, apabila hukum tidak terlaksana maka yang terjadi adalah kerusakan moral manusia. Ini mengakibatkan rahmat Allah tidak turun ke bumi.
Nah demikianlah informasi tentang mujahadah an nafs dari nexmedia, semoga bermanfaat.